Senin, 21 Januari 2013

Informasi Salon Plus Lampung dan sekitarnya

Rekan-Rekan berada dalam artikel : Informasi Salon Plus Lampung dan sekitarnya
selamat membaca dan menikmati semoga bisa
menambah semangat sobat2 menghadapi hari demi hari....

Untuk sementara waktu artikel tentang :  Informasi Salon Plus Lampung dan sekitarnya
sedang kami edit ulang untuk kepuasan smua pengunjuang blog.
setelah lengkap dan akurat segera kami posting kembali
artikelnya, trims sebelumnya

Untuk pengganti sementara artikel yang sobat2 cari, admin ganti
dengan cerita plus dibawah ini ya...
semoga ceritanya bisa menghibur sobat-sobat...

Aku Jadi Taruhan Judi

Rita (34) nyaris putus asa dalam menjalani hidup ini. Suaminya, Aryo, justru
menjadikannya sebagai seorang pelacur. Aku tak pernah menyangka jika Mas Aryo
tega menjual tubuhku. Ketika pertama kali aku mengenalnya, dia adalah laki-laki
yang baik dan selalu menjagaku dari berbagai godaan laki-laki lain. Kami menikah
lima tahun yang lalu dan dikarunai seorang anak laki-laki berusia tiga tahun dan
kami beri nama Rizal. Perkimpoian kami mulus-mulus saja sampai Rizal muncul
diantara kami. Tentu saja waktuku banyak tersita untuk mendidik Rizal.

Mas Aryo berkerja di perusahaan swasta yang bergerak dibidang produksi kayu,
sedangkan aku hanya tinggal di rumah. Tetapi aku tidak pernah mengeluh. Aku
tetap sabar menjalankan tugasku sebagai ibu rumah tangga sebaik-baiknya.
Sebenarnya setiap hari bisa saja Mas Aryo pulang sore hari. Tetapi belakangan
ini dia selalu pulang terlambat. Bahkan sampai larut malam.

Pernah ketika kutanyakan, kemana saja kalau pulang terlambat. Dia hanya menjawab
“Aku mencari penghasilan tambahan Rit”, jawabnya singkat.

Mas Aryo makin sering pulang larut malam, bahkan pernah satu kali dia pulang
dengan mulut berbau alkohol, jalannya agak sempoyongan, rupanya dia mabuk. Aku
mulai bertanya-tanya, sejak kapan suamiku mulai gemar minum-minum arak. Selama
ini aku tidak pernah melihatnya seperti ini. Kadang-kadang ia memberikan uang
belanja lebih padaku. Atau pulang dengan membawa oleh-oleh untuk aku dan Rizal
anak kami.

Setiap kali aku menyinggung aktivitasnya, Mas Aryo berusaha menghindari. “Kita
jalankan saja peran masing-masing. Aku cari uang dan kamu yang mengurus rumah.
Aku tidak pernah menanyakan pekerjaanmu, jadi lebih baik kamu juga begitu”,
katanya.

Aku baru bisa menerka-nerka apa aktivitasnya ketika suatu malam, dia memintaku
untuk menjual gelang yang kupakai. Ia mengaku kalah bermain judi dengan
seseorang dan perlu uang untuk menutupi utang atas kekalahannya, jadi itu yang
dilakukannya selama ini. Sebagai seorang istri yang berusaha berbakti kepada
suami, aku memberikan gelang itu. Toh dia juga yang membelikan gelang itu. Aku
memang diajarkan untuk menemani suami dalam suka maupun duka.

Suatu sore saat Mas Aryo belum pulang, seorang temannya yang mengaku bernama
Bondan berkunjung ke rumah. Kedatangan Bondan inilah yang memicu perubahan dalam
rumah tanggaku. Bondan datang untuk menagih utang-utang suamiku kepadanya.
Jumlahnya sekitar sepuluh juta rupiah. Mas Aryo berjanji untuk melunasi utangnya
itu. Aku berkata terus-terang bahwa aku tidak tahu-menahu mengenai utang itu,
kemudian aku menyuruhnya untuk kembali besok saja.
Tetapi dengan pandangan nakal dia tersenyum, “Lebih baik saya menunggu saja Mbak,
itung-itung menemani Mbak.”
Aku agak risih mendengar ucapannya itu, lebih-lebih ketika melihat tatapan liar
matanya yang seakan-akan ingin menelanjangi diriku.
“Aryo tidak pernah cerita kepada saya, kalau ia memiliki istri yang begitu
cantiknya. Menurut saya, sayang sekali bunga yang indah hanya dipajang di rumah
saja” ucap Bondan.

Aku makin tidak enak hati mendengar ucapan rayuan-rayuan gombalnya itu, Tetapi
aku mencoba menahan diri, karena Mas Aryo berutang uang kepadanya. Dalam hati
aku berdoa agar Mas Aryo cepat pulang ke rumah, sehingga aku tidak perlu berlama-lama
mengenalnya.

Untung saja tak lama kemudian Mas Aryo pulang. Kalau tidak pasti aku sudah
muntah mendengar kata-katanya itu. Begitu melihat Bondan, Mas Aryo tampak lemas.
Dia tahu pasti Bondan akan menagih hutang-hutangnya itu. Aku meninggalkan mereka
di ruang tamu, Mas Aryo kulihat menyerahkan amplop coklat. Mungkin Mas Aryo
sudah bisa melunasi hutangnya. Aku tidak dapat mendengar pembicaraannya, namun
kulihat Mas Aryo menunduk dan sesekali terlihat berusaha menyabarkan temannya
itu.

Setelah Bondan pulang, Mas Aryo memintaku menyiapkan makan malam. Dia menikmati
sajian makan malam tanpa banyak bicara, Aku juga menanyakan apa saja yang
dibicarakannya dengan Bondan. Aku menyadari Mas Aryo sedang suntuk, jadi lebih
baik aku menahan diri. Setelah selesai makan, Mas Aryo langsung mandi dan masuk
ke kamar tidur, aku menyusul masuk kamar satu jam kemudian setelah berhasil
menidurkan Rizal di kamarnya.

Ketika aku memasuki kamar tidur dan menemaninya di ranjang, Mas Aryo kemudian
memelukku dan menciumku. Aku tahu dia akan meminta ‘jatahnya’ malam ini. Malam
ini dia lain sekali sentuhannya lembut. Pelan-pelan Mas Aryo mulai melepaskan
daster putih yang kukenakan, setelah mencumbuiku sebentar, Mas Aryo mulai
membuka bra tipis yang kukenakan dan melepaskan celana dalamku.

Setelah itu Mas Aryo sedikit demi sedikit mulai menikmati jengkal demi jengkal
seluruh bagian tubuhku, tidak ada yang terlewati. Kemudian aku membantu Mas Aryo
untuk melapaskan seluruh pakaian yang dikenakannya, sampai akhirnya aku bisa
melihat penis Mas Aryo yang sudah mulai agak menegang, tetapi belum sempurna
tegangnya.

Dengan penuh kasih sayang kuraih batang kenikmatan Mas Aryo, kumain-mainkan
sebentar dengan kedua belah tanganku, kemudian aku mulai mengulum batang penis
suamiku dengan lembutnya. Terasa di dalam mulutku, batang penis Mas Aryo
terutama kepala penisnya, mulai terasa hangat dan mengeras. Aku menyedot batang
Mas Aryo dengan semampuku, kulihat Mas Aryo begitu bergairah, sesekali matanya
terpejam menahan nikmat yang kuberikan kepadanya.

Mas Aryo kemudian membalas, dengan meremas-remas kedua payudaraku yang cukup
menantang, 36B. Aku mulai merasakan denyut-denyut kenikmatan mulai bergerak dari
puting payudaraku dan mulai menjalar keseluruh bagian tubuhku lainnya, terutama
ke vaginaku. Aku merasakan liang vaginaku mulai terasa basah dan agak gatal,
sehingga aku mulai merapatkan kedua belah pahaku dan menggesek-gesekan kedua
belah pahaku dengan rapatnya, agar aku dapat mengurangi rasa gatal yang
kurasakan di belahan liang vaginaku.

Mas Aryo rupanya tanggap melihat perubahanku, kemudian dengan lidahnya Mas Aryo
mulai turun dan mulai mengulum daging kecil clitorisku dengan nafsunya, Aku
sangat kewalahan menerima serangannya ini, badanku terasa bergetar menahan
nikmat, peluh ditubuhku mulai mengucur dengan deras diiringi erangan-erangan
kecil dan napas tertahan ketika kurasakan aku hampir tak mampu menahan
kenikmatan yang kurasakan.

Akhirnya seluruh rasa nikmat semakin memuncak, saat penis Mas Aryo, mulai
terbenam sedikit demi sedikit ke dalam vaginaku, rasa gatal yang kurasakan sejak
tadi berubah menjadi nikmat saat penis Mas Aryo yang telah ereksi sempurna mulai
bergerak-gerak maju mundur, seakan-akan menggaruk-garuk gatal yang kurasakan.

Suamiku memang jago dalam permainan ini. Tidak lebih dari lima belas menit aku
berteriak kecil saat aku sudah tidak mampu lagi menahan kenikmatan yang
kurasakan, tubuhku meregang sekian detik dan akhirnya rubuh di ranjang ketika
puncak-puncak kenikamatan kuraih pada saat itu, mataku terpejam sambil menggigit
kecil bibirku saat kurasakan vaginaku mengeluarkan denyut-denyut kenikmatannya.

Dan tidak lama kemudian Mas Aryo mencapai puncaknya juga, dia dengan cepatnya
menarik penisnya dan beberapa detik kemudian, air maninya tersembur dengan
derasnya ke arah tubuh dan wajahku, aku membantunya dengan mengocok penisnya
sampai air maninya habis, dan kemudian aku mengulum kembali penisnya sekian lama,
sampai akhirnya perlahan-lahan mulai mengurang tegangannya dan mulai lunglai.

“Aku benar-benar puas Rit, kamu memang hebat”, pujinya. Aku masih bergelayut
manja di dekapan tubuhnya.
“Rit, kamu memang istriku yang baik, kamu harus bisa mengerti kesulitanku saat
ini, dan aku mau kamu membantu aku untuk mengatasinya”, katanya.
“Bukankah selama ini aku sudah begitu Mas”, sahutku. Mas Aryo mengangguk-angguk
mendengarkan ucapakanku.
Kemudian ia melanjutkan, “Kamu tahu maksud kedatangan Bondan tadi sore. Dia
menagih utang, dan aku hanya sanggup membayar setengah dari keseluruhan utangku.
Kemudian setelah lama berbicang-bincang ia menawarkan sebuah jalan keluar
kepadaku untuk melunasi hutang-hutangku dengan sebuah syarat”, ucap Mas Aryo.
“Apa syaratnya, Mas?” tanyaku penasaran.
“Rupanya dia menyukaimu, dia minta izinku agar kamu bisa menemani dia semalam
saja”, ucap Mas Aryo dengan pelan dan tertahan.
Aku bagai disambar petir saat itu, aku tahu arti ‘menemani’ selama semalam. Itu
berarti aku harus melayaninya semalam di ranjang seperti yang kulakukan pada Mas
Aryo. Mas Aryo mengerti keterkejutanku.
“Aku sudah tidak tahu lagi dengan apalagi aku harus membayar hutang-hutangku,
dia sudah mengancam akan menagih lewat tukang-tukang pukulnya jika aku tidak
bisa membayarnya sampai akhir pekan ini”, katanya lirih.

Aku hanya terdiam tak mampu mengomentari perkataannya itu. Aku masih shock
memikirkan aku harus rela memberikan seluruh tubuhku kepada lelaki yang belum
kukenal selama ini. Sikap diamku ini diartikan lain oleh Mas Aryo.
“Besok kamu ikut aku menemui Bondan”, ujarnya lagi, sambil mencium keningku lalu
berangkat tidur. Seketika itu juga aku membenci suamiku. Aku enggan mengikuti
keinginan suamiku ini, namun aku juga harus memikirkan keselatan keluarga,
terutama keselamatan suamiku. Mungkin setelah ini ia akan kapok berjudi lagi
pikirku.

Sore hari setelah pulang kerja, Mas Aryo menyuruhku berhias diri dan setelah itu
kami berangkat menuju tempat yang dijanjikan sebelumnya, rupanya Mas Aryo
mengantarku ke sebuah hotel berbintang. Ketika itu waktu sudah menunjukkan
sekitar pukul 20.00 malam. Selama hidup baru pertama kali ini, aku pergi untuk
menginap di hotel.

Ketika pintu kamar di ketuk oleh Mas Aryo, beberapa saat kemudian pintu kamar
terbuka, dan kulihat Bondan menyambut kami dengan hangatnya, Suamiku tidak
berlama-lama, kemudian ia menyerahkan diriku kepada Bondan, dan kemudian
berpamitan.

Dengan lembut Bondan menarik tanganku memasuki ruangan kamarnya. Aku tertunduk
malu dan wajahku terasa memerah saat aku merasakan tanganku dijamah oleh
seseorang yang bukan suamiku. Ternyata Bondan tidak seburuk yang kubayangkan,
memang matanya terkesan liar dan seakan mau melahap seluruh tubuhku, tetapi
sikapnya dan perlakuannya kepadaku tetap tenang, sehingga dikit demi sedikit
rasa grogi yang menyerangku mulai memudar.

Bondan menanyakan dengan lembut, aku ingin minum apa. Kusahut aku ingin minum
coca-cola, tetapi jawabnya minuman itu tidak ada sekarang ini di kamarnya,
kemudian dia mengeluarkan sebotol sampagne dari kulkas dan menuangkannya sedikit
sekitar setengah sloki, kemudian disuguhkannya kepadaku, “Ini bisa menghilangkan
sedikit rasa gugup yang kamu rasakan sekarang ini, dan bisa juga membuat tubuhmu
sedikit hangat. Kulihat dari tadi kelihatannya kamu agak kedinginan”, ucapnya
lagi sambil menyodorkan minuman tersebut.

Kuraih minuman tersebut, dan mulai kuminum secara dikit demi sedikit sampai
habis, memang benar beberapa saat kemudian aku merasakan tubuh dan pikiranku
agak tenang, rasa gorgi sudah mulai menghilang, dan aku juga merasakan ada
aliran hangat yang mengaliri seluruh syaraf-syaraf tubuhku.

Bondan kemudian menyetel lagu-lagu lembut di kamarnya, dan mengajakku berbincang-bincang
hal-hal yang ringan. Sekitar 10 menit kami berbicara, aku mulai merasakan agak
pening di kepalaku, tubuhkupun limbung. Kemudian Bondan merebahkan tubuhku ke
ranjang. Beberapa menit aku rebahan di atas ranjang membuatku mulai bisa
menghilangkan rasa pening di kepalaku.

Tetapi aku mulai merasakan ada perasaan lain yang mengalir pada diriku, ada
perasaan denyut-denyut kecil di seluruh tubuhku, semakin lama denyut-denyut
tersebut mulai terasa menguat, terutama di bagian-bagian sensitifku. Aku
merasakan tubuhku mulai terangsang, meskipun Bondan belum menjamah tubuhku.

Ketika aku mulai tak kuasa lagi menahan rangsangan di tubuhku, napasku mulai
memburu terengah-engah, payudaraku seakan-akan mengeras dan benar-benar peka,
vaginaku mulai terasa basah dan gatal yang menyengat, perlahan-lahan aku mulai
menggesek-gesekkan kedua belah pahaku untuk mengurangi rasa gatal dan merangsang
di dalam vaginaku. Tubuhku mulai menggeliat-geliat tak tahan merasakan
rangsangan seluruh tubuhku.

Bondan rupanya menikmati tontonan ini, dia memandangi kecantikan wajahku yang
kini sedang terengah-engah bertarung melawan rangsangan, nafsunya mulai memanas,
tangannya mulai meraba tubuhku tanpa bisa kuhalangi lagi. Remasan-remasan
tangannya di payudaraku membuatku tidak tahan lagi, sampai tak sadar aku
melorotkan sendiri pakaian yang kukenakan. Saat pakaian yang kukenakan lepas,
Mata Bondan tak lepas memandangi belahan payudaraku yang putih montok dan yang
menyembul dan seakan ingin loncat keluar dari bra yang kukenakan.

Tak tahan melihat pemandangan indah ini, Bondan kemudian menggumuliku dengan
panasnya sembari tangannya mengarah ke belakang punggungku, tidak lebih dari 3
detik, kancing bra-ku telah lepas, kini payudaraku yang kencang dan padat telah
membentang dengan indahnya, Bondan tak mau berlama-lama memandangiku, dengan
buasnya lagi ia mencumbuiku, menggumuliku, dan tangannya semakin cepat meremas-remas
payudaraku, cairan vaginaku mulai membasahi celana putihku.

Melihat ini, tangan bondan yang sebelahnya lagi mulai bermain-main di celanaku
tepat di cairan yang membasahi celanaku, aku merasakan nikmat yang benar-benar
luar biasa. Napasku benar-benar memburu, mataku terpejam nikmat saat tangan
Bondan mulai memasuki celana dalamku dan memainkan daging kecil yang tersembunyi
di kedua belahan rapatnya vaginaku.

Bondan memainkan vaginaku dengan ahlinya, membuatku terpaksa merapatkan kedua
belah pahaku untuk agak menetralisir serangan-serangannya, jari-jarinya yang
nakal mulai menerobos masuk ke liang tubuhku dan mulai memutar-mutar jarinya di
dalam vaginaku. Tak puas karena celana dalamku agak mengganggu, dengan cepatnya
sekali gerakan dia melepaskan celana dalamku. Aku kini benar-benar bugil tanpa
tersisa pakaian di tubuhku.

Bondan tertegun sejenak memandangi pesona tubuhku, yang masih bergeliat-geliat
melawan rangsangan yang mungkin diakibatkan obat perangsang yang disuguhkan di
dalam minumanku. Dengan cepatnya selagi aku masih merangsang sendiri payudaraku,
Bondan melepaskan dengan cepat seluruh pakaian yang dikenakan sampai akhirnya
bugil pula. Aku semakin bernafsu melihat batang penis Bondan telah berdiri tegak
dengan kerasnya, Besar dan panjang.

Dengan cepat Bondan kembali menggumuliku dengan benar-benar sama-sama dalam
puncak terangsang, aku merasakan payudaraku diserang dengan remasan-remasan
panas, dan.., ahh.., akupun merasakan batang penis Bondan dengan cepatnya
menyeruak menembus liang vaginaku dan menyentuh titik-titik kenikmatan yang ada
di dalam liang vaginaku, aku menjerit-jerit tertahan dan membalas serangan
penisnya dengan menjepitkan kedua belah kakiku ke arah punggungnya sehingga
penisnya bisa menerobos secara maksimal ke dalam vaginaku.

Kami bercumbu dengan panasnya, bergumul, setiap kali penis Bondan mulai bergerak
masuk menerobos masuk ataupun saat menarik ke arah luar, aku menjepitkan otot-otot
vaginaku seperti hendak menahan pipis, saat itu aku merasakan nikmat yang
kurasakan berlipat-lipat kali nikmatnya, begitu juga dengan Bondan, dia mulai
keteteran menahan kenikmatan tak bisa dihindarinya. Sampai pada satu titik saya
sudah terlihat akan orgasme, Bondan tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, dengan
hentakan2 penisnya yang dipercerpat.. akhirnya kekuatan pertahananku ambrol..
saya orgasme berulang-ulang dalam waktu 10 detik.. Bondan rupanya juga sudah
tidak mampu menahan lagi serangannya dia hanya diam sejenak untuk merasakan
kenikmatan dipuncak-puncak orgasmenya dan beberapa detik kemudian mencabut
batang penisnya dan tersemburlan muncratan-muncratan spermanya dengan banyaknya
membanjiri wajah dan sebagian berlelehan di belahan payudaraku. Kamipun akhirnya
tidur kelelahan setelah bergumul dalam panasnya birahi.

Keesokan paginya, Bondan mengantarku pulang ke rumah. Kulihat suamiku menerimaku
dengan muka tertuduk dan berbicara sebentar sementara aku masuk ke kamar anakku
untuk melihatnya setelah seharian tidak kuurus.

Setelah kejadian itu, aku dan suamiku sempat tidak berbicara satu sama-lain,
sampai akhirnya aku luluh juga saat suamiku minta maaf atas kelakuannya yang
menyebabkan masalah ini sampai terjadi, tetapi hal itu tidak berlangsung lama,
suamiku kembali terjebak dalam permainan judi. Sehingga secara tidak langsung
akulah yang menjadi taruhan di meja judi. Jika menang suamiku akan memberikan
oleh-oleh yang banyak kepada kami. Tetapi jika kalah aku harus rela melayani
teman-teman suamiku yang menang judi. Sampai saat ini kejadian ini tetap masih
berulang. Oh sampai kapankah penderitaan ini akan berakhir.